Berlebihankah Sertifikat Vaksinasi Covid-19 untuk Syarat Aktivitas dan Ibadah? Praktisi Berikan Penjelasan

- 18 Agustus 2021, 11:58 WIB
Ilustrasi vaksinasi
Ilustrasi vaksinasi /Pexels/frank-meriño/

Media Purwodadi - Apakah sertifikat vaksinasi Covid-19 sudah menjadi persyaratan ibadah? Ustadz Nanung yang juga Dosen UGM ini pun memberikan penjelesan.

Ustadz Nanung Danar Dono, S.Pt., MP, Ph.D., IPM., ASEAN Eng., memberikan penjelasannya terkait vaksin untuk syarat aktivitas dan ibadah dengan membagikannya di whatsapp grup Tanggap Darurat Corona 2.

Grup whatsapp yang dikelola oleh sejumlah dokter dan praktisi di bidang kesehatan yang menginformasikan dan mengedukasi seputar Covid-19.

Grup whatsapp yang beranggotakan masyarakat umum itu dibuat sebagai upaya mencegah berita hoax yang banyak beredar terkait informasi seputar virus corona atau Covid-19.

Baca Juga: Cara Menghilangkan Bau Badan Hanya dengan Resep Minuman Herbal Cengkeh dan Madu

Ustadz Nanung Danar Dono memulai penjelasan dengan mengutip pertanyaan “Apakah sertifikat vaksinasi Covid-19 sekarang sudah mejadi persyaratan ibadah?”

Ia melanjutkan, mengapa manusia melampaui kewenangan Rasulullah padahal beliau shallallahu wa’alaihi wassalam tidak pernah mensyaratkan vaksin untuk ibadah?.

“Ini tentu menjadi pertanyaan menarik dan sangat menarik bila kita kaji. Adalah benar bahwa tidak ada Hadits maupun ayat Alquran yang mewajibkan sertfikat vaksin sebagai syarat untuk beribadah,”.

“Maka saat seseorang beribadah kepada Rabb-nya sendirian, maka ia tidak perlu menunjukkan bukti bahwa tubuhnya telah divaksin,” jelasnya.

Namun demikian, Ustadz Nanung Danar Dono mengatakan, ketika ibadah yang dilakukan melibatkan orang lain (ibadah berjamaah) seperti sholat berjamaan, thawaf, sa’i, umrah dan haji.

Maka sangat bijak jika ditetapkan adanya kewajiban untuk menunjukkan bukti telah divaksin dengan alat bukti serupa sertifikat vaksinasi Covid-19.

Baca Juga: Jelang Bergulirnya Kompetisi Liga 1, Persija Terus Benahi Fisik dan Strategi Pemain

“Sertivikasi vaksinasi adalah bukti tertulis bahwa pemiliknya telah benar-benar divaksin. Vaksinasi itu dipakai seluruh dunia, dan secara ilmiah terbukti bermanfaat meningkatkan titer antibody sehingga tngkat kekebalan tubuh menjadi meningkat,” paparnya.

Ustadz Nanung menjelaskan, saat kekebalan tubuh meningkat, maka secara fisik tubuh orang tersebut diharapkan tidak menularkan atau tidak tertular kuman penyebab penyakit tertentu, Covid-19 misalnya.

Sebaliknya, jika seseorang belum divaksin, dikhawatirkan titer antibody yang bersangkutan sangat rendah  dan rentan tertular dan atau menularkan penyakitnya ke orang-orang di sekitarnya.

Kebijakan melindungi warga yang terlibat dalam ibadah berjamaah ini sebenarnya tidak berlebihan dan nampaknya telah menjadi keputusan yang tepat. Mengapa?.

Bukankah sudah terlalu banyak ulama dan mubaligh yang wafat karena terinfeksi wabah, seperti Covid-19 ini.

Ustad Nanung Danar Dono membeberkan data dari wakil presiden RI menyebutkan hingga 2 Agustus 2021, ada 605 kiai dan ulama meinggal selama pandemi.

Tim panser Nahdlatul Ulama menyebutkan bahwa hingga Sabtu, 10 Juli 2021, jumlah ulama atau kiai NU yang wafat selama pandemic ini mencapai 644 orang.

Bahkan MUI mencatat, hingga 3 Agustus 2021 terdapat lebih dari 900 ulama wafat selama pandemi Covid-19. Mestinya data ini tidak boleh ditambah lagi.

“Kebijakan untuk mewajibkan kepemilikan bukti telah divaksin ini tentu sangat penting. Kebijakan serupa ini memang telah terlebuhdahulu diterapkan oleh pemerintah dan ulama di berbagai negara,” terangnya.

Contohnya otoritas Kerajaan Saudi Arabia (KSA) mewajibakan semua  calon jamaah haji dan umrah harus dapat menunjukkan bukti tertulis telah divaksin.

“Semua  calon jamaah haji dan umrah harus menunjukkan bukti telah divaksin, tertutama saat akan apply visa untuk umrah dan atau haji,”.

“Tentu keputusan tersebut telah dikaji secara mendalam oleh pemerintah dan para ulama di KSA,” imbuhnya.***

Editor: Titis Ayu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah