Benarkah Pergi Umroh atau Ziarah Ke Luar Negeri Kena Pajak Pertambahan Nilai? Simak Penjelasannya Berikut Ini

- 22 November 2022, 21:45 WIB
ilustrasi jamaah yang melaksanakan umroh.
ilustrasi jamaah yang melaksanakan umroh. /PIXABAY / dinar_aulia


Media Purwodadi – Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana non alam yang terjadi di seluruh dunia tentunya berimbas di segala bidang. Perjalanan ibadah maupun wisata juga ikut merasakan dampaknya akibat Covid-19 ini.

Dari penelusuran beberapa sumber, pada tahun 2019, tercatat 2,5 juta umat Islam dari seluruh dunia melaksanakan ibadah haji.

Namun, akibat pandemi Covid-19, Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi menyarankan umat Islam untuk menunda ibadah hajinya hingga pandemi berhasil diatasi.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Hari Selasa, 22 November 2022 Untuk Yang Berzodiak Sagitarius, Capricorn, Aquarius dan Pisces

Walau demikian, pada 23 Juni 2020, Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi tetap menyelenggarakan ibadah haji secara terbatas, yaitu sebanyak 1.000 jemaah haji dengan ketentuan hanya untuk warga negaranya dan warga negara asing yang berada di Arab Saudi.

Setelah dua tahun pandemi Covid-19, pintu perjalanan ke luar negeri dibuka kembali. Jemaah Indonesia mendapat angin segar dengan pengumuman yang disampaikan Kementerian Agama terkait dengan pelaksanaan ibadah umroh di bulan Desember 2021 dan
ibadah haji tahun 2022.

Tak hanya jemaah haji dan umroh saja, pelaku perjalanan ibadah
keagamaan ke luar negeri lainnya turut bergembira. Biro perjalanan umroh dan ibadah keagamaan lainnya turut menyambut gembira pembukaan perbatasan ini.

Terkait dengan perjalanan ibadah keagamaan dan perjalanan wisata, pada 30 Maret 2022 pemerintah telah menerbitkan aturan perpajakan terbaru yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu.

Menurut penyuluh pajak KPP PMA Lima, Nanik Retyaningtyas, dalam beleid tersebut menyebutkan bahwa salah satu jenis jasa kena pajak tertentu adalah jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan.

“Yang juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai,” ujar Nanik Retyaningtyas dalam penjelasannya.

Nanik menjelaskan, jika wajib pajak sepintas membaca aturan ini, terdapat kesan bahwa perjalanan ibadah keagamaan dikenakan pajak.

Hingga di benaknya dapat muncul asumsi bahwa pengenaan pajak membabi buta di era new normal ini.

Mari kita telisik lebih dalam. Sebenarnya atas jasa ini, telah diatur sebelumnya dalam Peraturan Menteri Keuangan

Dalam UU Nomor 92/PMK.03/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Nanik mengungkapkan, diantara kesamaan kedua aturan ini adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas perjalanan dalam rangka pelaksanaan ibadah keagamaannya, melainkan atas perjalanan ke tempat tertentu lainnya yang terangkai dalam
perjalanan ibadah keagamaan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor-71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak Tertentu ini merupakan salah satu dari empat belas turunan yang menjadi pedoman untuk melaksanakan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Aturan ini mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 92/PMK.03/2020 dan mulai diberlakukan per 1 April 2022.

Terbitnya ketentuan ini, diharapkan memberikan kemudahan, keadilan, dan kepastian hukum dalam pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu.

Aturan ini menegaskan bahwa jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan yang juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain wajib memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dengan besaran tertentu.

Besarnya besaran tertentu dibedakan menjadi dua: sepuluh persen dan lima persen dari tarif PPN yang berlaku (sebelas persen).

Pembedanya adalah perincian di tagihan. Dalam hal tagihan memberikan rincian tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Selasa, 22 November 2022 Khusus Untuk Kamu Yang Berzodiak Leo, Virgo, Libra dan Scorpio

“Maka besarnya PPN yang harus dipungut dan disetorkan sebesar 1,1 persen (10 persen dari 11 persen) dikalikan dengan dari harga Jual
paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain,” ungkap Nanik.

Sebaliknya, dalam hal tagihan hal tagihan tidak dirinci antara tagihan paket
penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, maka besarnya PPN yang harus dipungut dan disetorkan sebesar 0,55 persen (5 persen dari dari 11 persen) dikalikan dengan harga Jual keseluruhan paket penyelenggaraan perjalanan.

Nanik memberikan ilustrasi yakni PT Jamiilaa Tour biro haji dan umroh plus. Pada bulan Desember 2022, Tuan Budi dan istri akan menjalankan ibadah umroh sekaligus berlibur ke
Turki.

Keluarga Budi membeli Paket Sakinah Duo yaitu perjalanan umroh plus Turki ke PT Jamiilaa Tour sebesar Rp 90.000.000,00. Paket yang terdiri dari tiket pesawat, hotel dan tour guide sejumlah Rp 60.000.000 adalah untuk paket keagamaan dan Rp 30.000.000,00 adalah untuk perjalanan paket ke Turki.

Berdasarkan ilustrasi diatas, ada dua perlakukan yang berbeda atas PPN yang dipungut oleh PT Jamiilaa Tour. Pertama apabila PT Jamiilaa Tour membuat tagihan ke Tuan Budi dengan merinci tagihan perjalanan paket keagamaan sebesar Rp 60.000.000,00 dan Rp 30.000.000,00 tagihan paket perjalanan ke Turki.
Maka PPN yang dipungut hanya atas perjalanan ke Turki yaitu sebesar 1.1% x Rp 30.000.000,00 = Rp 330.000,00.

Kedua, apabila PT Jamiilaa Tour membuat tagihan kepada Tuan Budi dengan tagihan tanpa dirinci, maka penghitungan PPN yang dipungut adalah sebesar 5% x 11% x Rp 90.000.000,00 = Rp 495.000,00.

Dengan demikian ada perlakuan berbeda atas penulisan tagihan yang
disampaikan kepada penerima jasa kena pajak.

Setelah menghitung PPN-nya, karena melakukan penyerahan jasa termasuk jasa kena pajak tertentu, maka PT Jamiilaa Tour wajib membuat faktur pajak dengan kode 05 dan tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan jasa kena
pajak tersebut.

Berlainan dengan PT Jamiilaa Tour, maka Tuan Budi sebagai pihak penerima jasa kena pajak tertentu dapat mengkreditkan pajak masukan atas faktur pajak kode faktur 05 sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.

Dengan adanya perbedaan perlakuan penerapan tariff PPN dalam PMK ini,
Pengusaha Kena Pajak dan penerima jasa kena pajak musti lebih teliti ketika melakukan transaksi diatas, guna mencegah kesalahan pengenaan PPN.***

Editor: Hana Ratri Septyaning Widya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x