Ganjar Pranowo: Ruang ‘Wadul’ Untuk Dengar Cerita Tentang Kawin Bocah

- 9 Juni 2021, 14:19 WIB
Ganjar Pranowo saat menjelaskan perlunya ruang wadul untuk dengarkan cerita bagi penyintas kawin bocah.
Ganjar Pranowo saat menjelaskan perlunya ruang wadul untuk dengarkan cerita bagi penyintas kawin bocah. /Humas Pemprov Jateng/

Media Purwodadi – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa perlu ruang ‘wadul’ atau pengaduan dibuka sebanyak-banyaknya.

Ganjar Pranowo menjelaskan Ruang ‘wadul’ ini dibuka untuk mendengarkan cerita tentang kawin bocah.

Ganjar Pranowo mengatakan hal itu saat hadir dalam Talkshow Gelar Expo Jo Kawin Bocah di Gedung Grhadika Bhakti Praja, Rabu 9 Juni 2021.

Baca Juga: Instruksi Khusus Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo Pada 8 Kabupaten/Kota Yang Masuk Zona Merah Covid-19

Dalam kegiatan ini, Ganjar mendengarkan curhat seorang ibu tentang anaknya yang terpaksa menikah di usia sekitar 16 atau 17 tahunan.

“Saya ibu dari anak yang terpaksa melakukan perkawinan bocah akibat perlakuan bapaknya. Saat itu, saya mendapatkan KDRT dari suami, sampai akhirnya berpisah. Anak saya diculik setelah pulang sekolah dan tinggal di kos mewah,” ujar ibu tersebut.

Selang beberapa waktu kemudian, sang ibu berusaha mencari keberadaan anaknya. Hingga ia bertemu anaknya dalam kondisi sudah hamil.

Baca Juga: Pelayanan Bagus, Edwin Dibikin Antusias Saat Ikut Vaksinasi

“Waktu pulang sudah hamil. Saya tanya tidak mengaku terus minta bantuan sampai anak saya mengaku dihamili pacar. Memang pacarnya mau tanggung jawab, tetapi kondisinya saat itu tidak ada modal dan tidak ada kerjaan,” lanjutnya, dengan nada lirih.

Namun pernikahan itu tidak berlangsung lama. Lantaran tidak kuat menahan tekanan sosial, anak ini memilih meninggalkan suami dan anaknya.

Perceraian jadi jalan akhir dari cerita anak ibu tersebut.

Baca Juga: Gus Yasin : Pertimbangan Penundaan Ibadah Haji Diambil Karena Permasalahan Yang Urgent

Ibu tersebut berpesan kepada semua orang tua agar tidak mengawini anak-anak yang masih bocah, karena ada risiko yang dialami bertahun-tahun.

"Anak saya waktu menikah umur 16 atau 17 tahun. Saya berpesan jangan kawin bocah walaupun terpaksa mengawinkan itu buntutnya tidak enak, terutama bagi orang tua pihak perempuan. Risikonya sampai bertahun-tahun," ungkapnya.

Ganjar yang mendengar cerita ibu tersebut memberikan simpati yang mendalam. Ganjar menjelaskan, kebanyakan korban pernikahan di bawah umur adalah anak perempuan.

Ganjar berkata, cerita ibu tersebut juga memberikan informasi bahwa ada efek berisiko dari sisi usia pernikahan ini.

Baca Juga: Di Grobogan, Seleksi Perangkat Desa Gandeng 7 PT, 23 Pelamar Tak Ikut Tes

Bahkan, lanjut Ganjar, pemerintah punya regulasi, tetapi orang tua juga punya peran penting dalam pendidikan di rumah.

"Bukan hanya karena kenakalan remaja saja tetapi juga kenakalan orang tua. Kalau kemudian banyak kawin bocah, yang salah itu gubernurnya karena kurang memberikan pemahaman, guru dan orang tua juga punya peran untuk memberi penjelasan dan pembelajaran," katanya.

Ganjar mengungkapkan bahwa beban anak yang menikah dini cukup berat. Konflik orang tua dan belum adanya pemahaman dari anak juga mempengaruhi.

“Maka dari itu, ruang-ruang pengaduan atau bercerita perlu dibuka seluas-luasnya agar anak bisa mendapatkan perlindungan dan mempunyai ruang untuk berkeluh kesah,” jelas Ganjar.

Di kesempatan itu, juga diperkenalkan duta Jo Kawin Bocah. Antara lain, Maya dari Forum OSIS, Atalia dari Forum GenRe, Ivan dari Forum Anak dan Aril mewakili komunitas Difabel.

Duta ini telah menjalani pelatihan untuk bisa melatih teman-temannya. Tentunya untuk kampanye Jo Kawin Bocah dengan bahasa dan media yang dekat dengan anak-anak.

"Nah sekarang ini ada duta Jo Kawin Bocah. Duta dari anak-anak ini yang akan terus mengkampanyekan Jo Kawin Bocah. Lalu menyampaikan bagaimana berprestasi, apa itu pernikahan, dan apa itu reproduksi," tambah Ganjar Pranowo.***

Editor: Hana Ratri Septyaning Widya

Sumber: Humas Pemprov Jateng


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x