Jiemi menjelaskan, seseorang akan mengalami masuk pada hyperarousal yang bertindak seolah-olah sedang bahaya, diiringi perasaan gelisah, amarah di luar kendali bahkan cenderung ingin menyerang atau melarikan diri.
Kemudian, untuk hypparousal justru sebaliknya. Ada enerti yang hilang, respon tubuh yang kurang, kelelahan, mati rasa, emosional dan bahkan depresi.
Gejala ini membuat tubuh seseorang yang punya trauma akan membeku dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun.
“Apa pun penyebab traumanya, kedua gejala ini membuat tubuh berusaha menyelamatkan diri dengan cara hyperarousal atau hypoarousal dan bisa juga terjadi keduanya sekaligus. Reaksi ini terjadi secara otomatis di luar sadar," terang Jiemi.
Reaksi yang dipilihkan tubuh secara spontan hingga menyulitkan para pejuang trauma untuk menjalani hari-harinya.
Salah satunya adalah membuat keputusan dan mengontrol emosi pada pejuang trauma tersebut.
Ada kabar baik bagi pejuang trauma. Mereka bisa sembuh ketika diatasi dengan berbagai cara seperi meditasi, mendengarkan musik dan melakukan aktivitas baru yang digemari secara rutin.
Penderita trauma bisa mencari pertolongan profesional untuk membantu menyadaeindan mempelajari ulang bagaimana tubuh bereaksi dan cara mengatasinya.
"Pesan untuk para pejuang trauma, jika rasanya sulit, tidak apa untuk menemui profesional kesehatan jiwa."