Filosofi Stoikisme Mencapai Hidup yang Tenang, Berikut Penjelasan dari Analisa Widyaningrum

7 April 2022, 20:05 WIB
Analisa Widyaningrum memberikan analisis mengenai filosofi Stoikisme. /Tangkapan layar/YouTube Analisa Channel/

Media Purwodadi – Stoikisme menjadi sebuah filosofi yang erat kaitannya dengan cara kita melihat suatu kejadian di dunia.

Pastinya setiap manusia mencari kebahagiaan dan mendapat ketenangan dalam hidup tanpa adanya gangguan. Dan hal itu bisa diupayakan dengan menerapkan filosofi stoikisme.

Melalui penelusuran Media Purwodadi, Analisa Widyaningrum, seorang Psikologis Klinis, memberikan analisanya dalam mencapai hidup yang tenang dengan filosofi Stoikisme.

Filosofi Stiokisme membahas mengenai fokus terhadap kendali yang menjadi perhatian dari Analisa tentang konsep diri yang bisa dirubah.

Baca Juga: Rio Ferdinand Berikan Pujian Setinggi Langit Kepada Karim Bezema Usai Cetak Hattrick ke Gawang Chelsea

Analisa menjelaskan konsep Stoikisme yang memiliki arti tentang belajar untuk menguasai diri. Dalam setiap kondisi apa yang bisa kita kendalikan bukan apa yang bisa kita kendalikan.

Berikut Ini Bentuk Pengaplikasian Konsep Stoikisme

Mengubah Persepsi Dalam Menghadapi Penolakan

Persepsi yang ada di dalam pikiran, perasaan diri sendiri. Dan praktis untuk mengubahnya dengan melihat sudut pandang yang berbeda.

Contohnya, ketika kita mendapatkan penolakan dari sekumpulan orang dan rasanya kita ingin membuat mereka menerima kita.

Jika kita ingin mengubah persepsi diri ‘mungkin ini cara aku belajar menerima penolakan’. Setelah ini kita merasa akan menemukan orang-orang yang bisa menerima diri kita.

Atau mungkin bertumbuh untuk memperbaiki apa yang orang lain tolak, lalu kita perbaiki dalam proses pengembangan diri.     

Jika stoikisme kita latih dalam keseharian, akan memunculkan suatu hal yang tak terduga hingga membuat diri menjadi lebih bersyukur dalam hidup.

Baca Juga: Marshel Widianto Akan Jalani Pemeriksaan Polisi Terkait Pembelian Video Dea OnlyFans Hari Ini

Mencintai Takdir atau Amor Fati

Jika kita percaya bahwa everything happens for a reason, akan terasa lebih menyenangkan ketika menjalani hidup.

Misalnya kita sedang merasa kehilangan dan mengingat tujuan awal, bahwa semua orang akan merasakan kehilangan.

Hal tersebut merupakan langkah konkret yang tidak bisa kita rubah dalam perspektif stoikisme.

Amor Fati cukup bisa membuat diri kita belajar tentang menerima segala sesuatu yang kita yakini sebagai sebuah takdir.

“Di dalam ajaran agamaku sebagai muslim, Allah akan memberikan takdir manusia tapi ada takdir yang bisa kita rubah dan ada nggak bisa kita rubah gitu,” ungkap Analisa.

“Kita sebagai manusia tidak akan mendapatkan takdir itu kalau kita tidak berusaha. Artinya harus ada ikhtiarnya kan,” lanjutnya.

Amor Fati mengajarkan kita untuk fokus kepada ikhtiarnya yang terbaik dan menjadi sebuah langkah lebih baik untuk bisa move-on.

Memento Mori

Memento mori artinya meningkatkan rasa syukur, gratitude dalam istilah psikologi.

Ibaratnya, jika kita sedang mendapatkan kesulitan yang membuat panik, cemas, atau kondisi diri sedang mengalami tekanan.

“Aku rasa dengan mengingat bahwa ‘alhamdulillah loh, aku masih bangun pagi hari ini. Belum tentu besok aku akan, bangun pagi lagi,” ucap Analisa.  

Dengan konsep pemikiran tersebut hidup akan merasa lebih tenang dan tanpa cemas berlebih.

Dalam kerangka berpikir pada stoikisme mengajarkan kita tentang nothing last forever, artinya semua itu hanya sementara.

“Kalau kita sekarang lagi dikasih banyak sama Allah, dikasih banyak sama Tuhan, itu cuma sementara. Jadi ibaratnya kita tidak perlu ketakutan, kehilangan, atau bahkan mengejar itu sampek bikin kita jadi cemas dan nggak tenang setiap harinya,” jelas Analisa.  

Melihat dari perspektif yang berbeda, dimana ada hal baik setelah kita melalui hal yang tidak baik.

Ketika kita sedang kesal dengan orang lain, dalam kemampuan kita berempati dengan melihat sudut pandang yang lebih baik lagi. Kita bisa mengatur ekspektasi kita dengan orang lain. 

“Misalnya nih, kalau kita lagi kesal, berharap teman atau rekan kerja atau atasan itu memberikan sikap yang menyenangkan. Ternyata dia tidak memberikan itu, yang bisa kita rubah adalah cara berpikir kita,” tambahnya.

Analisa menambahkan sebuah teori dari buku ‘The 7 Habits of Highly Effective People’ karya Stephen R. Covey. Terdapat dikotomi tentang kontrol atau kendali diri, yang digambarkan dalam 3 lingkaran.

Di dalam hidup pastinya ada lingkaran yang menjadi sesuatu yang bisa kita kendalikan, dalam lingkaran tersebut disebutkan ‘Circle of Control’.

“Contoh misalnya sikap kita sendiri atau self mastery. Mengubah perasaan kita, pikiran kita, perilaku kita. itu adalah sesuatu yang bisa kita kendalikan,” ucap Analisa. 

Selanjutnya, ‘Circle of Influence’ artinya circle yang mempengaruhi diri kita. Semakin luar lingkaran tersebut, kita semakin tidak mempunyai kendali.

“Misalnya sikap pasangan kita, kita nggak bisa rubah tapi relasi yang sedekat itu membuat kita menjadi terpengaruh atau kurang lebihnya akan mempengaruhi setiap pola pikir yang kita bisa kendalikan,” lanjutnya.

Kemudian, ‘Circle of Concern’ artinya kita concern memperhatikan suatu hal. Dan merupakan kontrol dikotomi yang paling luar, yang tidak bisa kita rubah.

“Seperti kita scrolling Instagram, ada yang liburan, ada yang habis beli sesuatu, punya pencapaian ini,” paparnya. 

Maka dari itu, jika hidup merasa tidak tenang dan cemas dikarenakan sesuatu yang ada di lingkaran paling luar. Artinya, kita harus sadar kembali bahwa kita tidak memiliki kendali.

Jadi dengan melihat perspektif tersebut, kita selalu melihat hikmah dibalik kondisi tersebut.

Itulah beberapa konsep stoikisme yang mungkin bisa dipraktekkan dalam keseharian yang dijelaskan oleh Analisa Widyaningrum. ***

Editor: Titis Ayu

Sumber: YouTube Analisa Channel

Tags

Terkini

Terpopuler