"Antara lain yakni Desa Tuko (Kecamatan Pulokulon) yang berarti tumeko atau datang, Dusun Wates (Desa Kradenan) yang mana wates berarti batas, Dusun Belan (Desa Kradenan) yang berarti pembelaan tanah wilayah, dan Kradenan," tambahnya.
Menurut RT Parjan, Kradenan berasal dari kata "raden". Di Kradenan itulah, Raden Ngabehi Kusumo menyusun pemerintahan dan syiar agama Islam.
Raden Ngabehi Kusumo membentuk bekel dan ulu-ulu sebagai pengurus pemerintahan.
"Sahabat Raden Ngabehi Kusumo yang bernama Raden Langen Wijaya Kusumo meninggal dunia di wilayah Kradenan dan dimakamkan di daerah sekitar," tambah RT Parjan.
Makam tersebut diberi nama 'Langen Harjo', kemudian oleh pemerintah dibangun waduk, dan waduk itu diberi nama Waduk Nglangon.
Suatu hari, Raden Ngabehi Kusumo sedang berada dalam kejaran tentara VOC dan akhirnya sampai di lokasi bernama Logender di Dusun Tuko.
Logender berasal dari kata "lo" yang berarti pohon lo dan gender yakni gong. Penamaan itu didasarkan pada gong yang terdapat pohon lo yang menempel.
Dalam perjalanan berikutnya, Raden Ngabehi Kusumo berpindah tempat lagi hingga membuat pesanggrahan di daerah yang kini dikenal dengan Desa Tuko.
Tuko sendiri berasal dari kata "tumeko" yang artinya sampai pada tempat yang aman.
"Di Pesanggrahan Tuko inilah beliau merasakan aman dari kejaran tentara VOC Belanda. Di sini pula Raden Ngabehi Kusumo bersama sahabat- sahabatnya membuka kehidupan bermasyarakat dan melakukan aktifitas syiar agama Islam," imbuhnya.