Mekanisme Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Lewat 6 Tahapan, Berikut Penjelasannya !

- 29 Oktober 2021, 09:35 WIB
Ilustrasi kesetaraan gender
Ilustrasi kesetaraan gender /Gordon Johnson / PIXABAY

Media Purwodadi – Dalam pasal 1 ayat 1 Permendikbud Ristek disebutkan tentang tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi .

Dalam pasal tersebut berbunyi, setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang.

Oleh karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

Baca Juga: Para Mahasiswa Ajak Kaum Ibu dan Lansia Ikuti Senam Sehat di Kota Semarang

Perjalanan panjang para pejuang kesetaraan akhirnya berujung dengan pengesahan Permendikbud Ristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi pada 26 Oktober 2021 lalu.

Dari penelusuran Media Purwodadi melalui laman jdih.kemdikbud.go.id, mekanisme penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi terdiri dari beberapa tahapan.

Sebanyak enam tahapan untuk mekanisme pelaporan yaitu mulai dari penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, pemulihan, dan tindakan pencegahan keberulangan.

Baca Juga: Para Mahasiswa Kelompok Cipayung Papua Datangi Hotel Tempat Ganjar Pranowo Menginap. Ada Apa?

1. Pada tahap penerimaan laporan, pelapor kekerasan seksual dilakukan oleh korban dan/atau saksi pelapor melalui telepon, pesan singkat elektronik, surat elektronik, dan/atau laman resmi milik perguruan tinggi.

2. Kemudahan akses pelaporan tersebut dilakukan untuk mempermudah pelapor dalam melakukan pelaporan termasuk penyandang disabilitas.

3. Selanjutnya ke tahap pemerikasaan. Pada tahap pemeriksaan ini dilakukan oleh satuan tugas (satgas) yang telah dibentuk oleh perguruan tinggi.

Pemeriksaan bertujuan untuk mengumpulkan keterangan dan/atau dokumen yang terkait dengan laporan kekerasan seksual.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Kejutkan Peserta Upacara Peringatan Sumpah Pemuda di Asrama Mahasiswa Aceh

Dalam pemeriksaan ini dilakukan terhadap korban, saksi, dan/atau terlapor. Apabila korban merupakan penyandang disabilitas, maka satgas menyediakan pendamping disabilitas dan pemenuhan akomodasi yang layak.

Pemeriksaan ini dilakukan secara tertutup dan diselesaikan paling lama 30 hari kerja. Selanjutnya tahap penyusunan kesimpulan dan rekomendasi.

4. Pada tahap penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, satgas menyusun kesimpulan dan rekomendasi penanganan kekerasan seksual yang memuat pernyataan terbukti atau tidak terbukti adanya kekerasan seksual.

Dalam hal terbukti adanya kekerasan seksual, isi simpulan paling sedikit memuat uraian tentang identitas pelaku, bentuk kekerasan seksual, pendamping korban dan/atau saksi, dan pelindungan korban dan/atau saksi.

Sedangkan simpulan yang menyatakan tidak terbukti paling sedikit memuat uraian tentang identitas terlapor, dugaan kekerasan seksual, ringkasan pemeriksaan, dan pernyataan tidak terbukti adanya kekerasan seksual.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Berikan Masukan Untuk Para Mahasiswa Papua Agar Ikut Kembangkan Ekonomi Kreatif Masyarakat

Rekomendasi yang diberikan pada simpulan terbukti paling sedikit memuat usulan pemulihan korban, sanksi kepada pelaku, dan tindakan pencegahan keberulangan.

Kemudian, rekomendasi untuk simpulan tidak terbukti, satgas merekomendasikan pemulihan nama baik terlapor.

5. Tahap selanjutnya pemulihan. Pada pasal 47 ayat 1 disebutkan bahwa satgas memfasilitasi pemulihan terhadap korban.

Sedangkan pada hal terlapor tidak terbukti melakukan kekerasan seksual, satgas memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Perguruan Tinggi untuk melakukan pemulihan nama baik.

6. Tahap selanjutnya yaitu tindakan pencegahan keberulangan. Tindakan dan keberulangan paling sedikit memuat tentang penguatan pembelajaran, perbaikan penguatan tata kelola kebijakan perguruan tinggi, dan perbaikan penguatan budaya komunitas.

Baca Juga: Kemendikbudristek Sediakan Advokasi Bagi Mahasiswa yang Berhak Dapatkan UKT Tapi Tidak Mendapatkan Haknya

Tahap yang terakhir yaitu pemeriksaan ulang. Tahap ini dilakukan oleh korban atau terlapor apabila hasi simpulan satgas dianggap tidak adil.

Pemeriksaan ulang ini dilakukan oleh direktur jenderal yang membidangi urusan pendidikan tinggi sesuai dengan kewenangan.

Adapun pemerikasaan ulang ini dapat berupa penguatan hasil simpulan dan/atau rekomendasi kepada perguruan tinggi untuk mengubah atau membatalkan hasil keputusan Pimpinan Perguruan Tinggi.

Itulah mekanisme pelaporan kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi berdasarkan  tadi mekanisme pelaporan kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.***

Editor: Hana Ratri Septyaning Widya

Sumber: JDIH Kemendikbud


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x