Lahan Kalimati Dipasangi Patok, Belasan Warga Desa Kandangrejo Datangi Kantor BPN Grobogan Meminta Kejelasan

- 29 Juni 2022, 23:30 WIB
Belasan warga Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan saat audiensi dengan pihak ATR/BPN Grobogan terkait dengan status lahan yang mereka garap.
Belasan warga Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan saat audiensi dengan pihak ATR/BPN Grobogan terkait dengan status lahan yang mereka garap. /media purwodadi / hana ratri.


Media Purwodadi – Para petani di Kabupaten Grobogan meminta Kantor Agraria Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional untuk pemenuhan hak atas tanah yang mereka miliki.

Sebagai bentuk perjuangan mereka, para petani dari Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan mendatangi Kantor ATR/BPN Grobogan di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Purwodadi, Rabu 29 Juni 2022.

Sebanyak 11 petani yang berasal dari perwakilan Organisasi Rakyat Petani Pejuang Reforma Agraria (PPRA) berupaya untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada jajaran ATR/BPN Grobogan.

Baca Juga: Jelang Idul Adha di Kabupaten Grobogan, Ada Ribuan Hewan Terinfeksi PMK Terbanyak di Geyer

Menurut Koordinator Organisasi PPRA ini, Haryono, mengungkapkan para petani merupakan penggarap tanah yang telah turun temurun menggarap tanah seluas 39 Hektar di bekas kelokan sungai atau Kali Mati.

Ada sekitar 180 kepala keluarga yang sudah turun-temurun menggarap lahan seluas 39 Hektar tersebut.

“Penggarapan lahan itu dilakukan sejak Indonesia belum merdeka, dan kami para petani secara turun-temurun mencari sesuap nasi lewat lahan tersebut karena merupakan warisan warga,” ungkap Edy Haryono.

Edy Haryono mengungkapkan bahwa kedatangan mereka ke Kantor ATR/BPN Grobogan ini guna meminta kejelasan terkait dengan tanah yang digarap warga tersebut.

Bahkan, warga juga meminta agar lahan mereka segera mendapatkan sertifikat sehingga dapat legal dalam menjalankan penggarapan tanahnya tersebut.

“Warga ingin segera mendapatkan sertifikat agar bisa lebih legal untuk menggarap lahan, serta meminta kejelasan terkait lahan yang mereka garap tersebut secara turun-temurun,” jelas Edy Haryono.

Sementara itu, Kepala ATR/BPN Grobogan Herry Sudiartono dalam audiensi tersebut menyebutkan bahwa tanah yang digarap para warga tersebut statusnya belum jelas.

“Catatan kami, tanah di lokasi itu dikelola Dinas Pengairan, yang sekarang di bawah BBWS,” ujar Herry Sudiartono.

Meski demikian, Herry menjelaskan masih adanya tarik-menarik terkait status kepemilikan tanah yang semula sungai mati, karena dalam dokumen lain ada data terkait perjanjian antara Dinas Pengairan dan warga terkait izin penggarapan lahan tersebut.

“Mengurus sertifikat ada dua hal yang penting, pertama kepemilikan aset dan pengguna. Benar sudah jelas soal penggunaan dan pemanfaatan tanah adalah masyarakat. Tetapi asetnya belum jelas,” ujar Herry Sudiarto.

Herry meminta warga Kandangrejo agar mencari kejelasan, seperti mendatangi BBWS. Jika ingin menggarap, Herry meminta agar warga berkoordinasi dengan instansi tersebut.

“Saya lihat dokumen masyarakat izin menggarap, maka warga bisa mendapatkan kejelasan tanah itu aset siapa. Setelah jelas, maka kami baru bisa mengurus sertifikatnya,” tegas Herry.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang yang diwakili Muhammad Fajar Andhika menyebut, historis faktanya sudah ratusan tahun masyarakat setempat menggarap lahan tersebut.

Baca Juga: Kode Redeem Manga Clash, Kamis, 30 Juni 2022 : Lakukan Permainan Kamu, Jangan Lupa Update Dulu

Hanya saja, pada tahun 2014 hingga 2015, pihak BBWS melakukan pemasangan patok di sekitar lahan tersebut.

“Mengapa pada tahun 2014 hingga 2015, BBWS memaang patok? Apa yang mendasari BBWS mengklaim tanah itu, sebab itu tanah timbul, yang semula sungai. Artinya, tanah tersebut sudah masuk obyek reforma agraria (TORA),” ungkap Muhammad Fajar Andhika.

Pria yang akrab disapa Dhika ini mengungkap, jika tanah itu masuk dalam obyek reforma agraria (TORA), maka masyarakat bisa memiliki dengan status hukum yang jelas.

Dhika juga menyebut, tanah yang digarap para petani ini sudah jelas mempunyai manfaat, seperti dapat menyekolahkan anak-anak mereka dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 9 UUPA Nomor 5 Tahun 1965, yakni setiap warga negara baik laki-laki atau perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya,” ungkap Dhika.

“Baik untuk diri sendiri maupun keluarganya,” tambahnya.

Sementara itu, Wandi (83), petani yang turut menggarap lahan di Kalimati yang hadir dalam audiensi tersebut mengeluarkan pendapatnya.

“Kita para warga petani sudah menggarapnya sejak zaman nenek moyang kami secara turun temurun dan sumber mata kehidupan kami hanya dapat diperoleh dari hasil lahan pertanian tersebut,” ungkap Wandi.***

Editor: Hana Ratri Septyaning Widya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x