Berikut Motif Batik Larangan Keraton Yogyakarta dan Makna Filosofi yang Terkandung Didalamnya

- 19 November 2021, 13:15 WIB
Sri Sultan Hamengku Buwono X di Bangsal Kencana Keraton Ngayogyakarta mengenakan bawahan motif batik parang.
Sri Sultan Hamengku Buwono X di Bangsal Kencana Keraton Ngayogyakarta mengenakan bawahan motif batik parang. /Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat/

Media Purwodadi - Keraton Yogyakarta memiliki aturan dalam penggunaan motif batik di lingkungan Keraton.

Karena setiap Sultan yang bertahta memiliki kewenangan untuk menetapkan motif batik tertentu menjadi batik larangan.

Hal tersebut didasari oleh keyakinan adanya kekuatan spiritual maupun makna filsafat dalam setiap motif batik.

Dilansir Media Purwodadi dari situs resmi Keraton Yogyakarta Hadiningrat, dijelaskan motif batik dipercaya mampu menimbulkan suasana religius dan aura magis sesuai makna yang didalamnya.

Oleh sebab itulah, beberapa motif batik yang memiliki nilai falsafah tinggi dinyatakan sebagai batik larangan.

“Beberapa motif, terutama yang memiliki nilai falsafah tinggi, dinyatakan sebagai batik larangan,”.

“Adapun yang termasuk batik larangan di Keraton Yogyakarta antara lain Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, Parang-parangan, Cemukiran, Kawung, dan Huk,” ungkap GKR Bendara sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punokawan Nitya Budaya di Keraton Yogyakarta.

Saat pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, yang menjadi batik larangan adalah motif huk dan kawung.

Sedangkan larangan motif parang dimulai masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII bertahta 1921-1939.

Halaman:

Editor: Titis Ayu

Sumber: Instagram


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x