Jelang Masa Tenang, Komisioner KPID Jawa Tengah Berikan Penjelasan Soal Larangan untuk Lembaga Penyiaran

- 10 Februari 2024, 16:51 WIB
Komisioner KPID Jawa Tengah, Sonakha Yuda.
Komisioner KPID Jawa Tengah, Sonakha Yuda. /Media Purwodadi/Agung Tri./


Media Purwodadi – Bawaslu Grobogan menggelar Rapat Koordinasi dan Konsilidasi Pengawasan Persiapan Masa Tenang Peserta Pemilu dan Stakeholder pada Sabtu, 10 Februari 2024 di Kyriad Grand Master Hotel Purwodadi.

Kegiatan ini diikuti oleh elemen dari TNI, Polri, Satpol PP, Dishub, Kesbangpol, dan juga perwakilan peserta pemilu 2024 serta para insan media cetak, elektronik maupun online.

Dalam kegiatan ini hadir Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah, Sonakha Yuda, yang menjadi narasumber dalam kegiatan ini.

Baca Juga: Warga Kabupaten Kudus Berhasil Raih Satu Unit Motor dalam Gebyar Tabungan Berkah BPRS Gala Mitra Abadi

Melalui Rakor dan Konsilidasi Pengawasan Persiapan Masa Tenang Peserta Pemilu dan Stakeholder ini, Sonakha Yuda memberikan pemaparan terkait tidak diperbolehkan media memberitakan para paslon, baik Capres, Cawapres, Caleg, dan juga Parpol selama masa tenang kampanye.

Perlu diketahui, masa tenang akan dimulai pada Minggu, 11 Februari 2024 hingga hari H Pemilu yang berlangsung pada Rabu 14 Februari 2024 serentak seluruh Indonesia.

Menurut Sonakha Yudha, pengawasan media pada masa tenang langsung dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Di Jawa Tengah, pengawasannya dilakukan oleh KPID Jawa Tengah yang bekerja sama dengan Bawaslu Jawa Tengah.

“Dasar utama pelaksanaannya adaah UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Peraturan KPI  dan pedoman perilaku penyiaran dan standar program penyiaran,” ujar Sonakha Yuda, dalam penjelasan materinya.

Hal yang menjadi obyek pengawasan ini adalah iklan, berita, talkshow, dan program lainnya. Iklan yang dimaksud adalah siaran iklan kampanye melalui info layanan masyarakat oleh peserta pemilu.

“Kemudian pada sisi pemberitaan, yang menjadi pengawasan yakni liputan kampanye, berita seputar peserta Pemilu, pemberitaan figure publik peserta pemilu di luar konteks kampanye dan lain-lain,” tambah Sonakha Yuda.

Sementara untuk talkshow, yang menjadi obyek pengawaasan yakni bincang-bincang yang menghadirkan peserta/bakal calon peserta pemilu atau bincang-bincang seputar visi dan misi para peserta Pemilu.

Para stakeholder terkait yang mengikuti kegiatan rakor dan konsolidasi menjelang masa tenang Pemilu 2024.
Para stakeholder terkait yang mengikuti kegiatan rakor dan konsolidasi menjelang masa tenang Pemilu 2024.

Untuk program lainnya yang bisa menjadi obyek pengawasan yakni kehadiran peserta pemilu dalam program siaran.

Peran Media Penyiaran di Masa Pemilu

Sonakha Yuda mengatakan, peran media penyiaran di masa pemilu ada berbagai hal, seperti memberikan informasi adlips, klarifikasi hoax, iklan kampanye, liputan kampanye, pemberitaan tahapan, survei pemilih dan mendorong partisipasi pemilih.

Menurut Sonakha, diantara hal itu ada yang perlu menjadi perhatian pada masa tenang kampanye yakni lembaga penyiaran dilarang menyiarkan kembali liputan pemberitaan kegiatan kampanye atau aktivitas para peserta pemilu.

“Kemudian, lembaga penyiaran juga dilarang menyiarkan narasi atau gambaran yang mendukung atau memojokkan, menghasut atau memfitnah para peserta pemilu. Di samping itu, lembaga penyiaran juga dilarang memproduksi program siaran dengan tema pandangan politik atau visi misi dan/atau rekam jejak atau kegiatan peserta pemilu,” tambahnya.

Baca Juga: KPM Bisa Lakukan Pengecekan untuk Lihat Status Penerima Bantuan Sosial CBP Beras 10 Kilogram Bulan Ini

Jajak Pendapat

Di samping itu, Sonakha Yuda juga mengatakan pengawasan hari pemungutan dan penghitungan suara, pengawasan dilakukan untuk memastikan program siaran seperti tidak menyiarkan jajak pendapat tentang Pasangan Calon dan/atau peserta pemilu sepanjang rentang waktu pemungutan suara.

“Lembaga penyiaran boleh menyiarkan prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat. Kemudian, dilarang mencantumkan atau menyebutkan hasil hitung cepat yang dilakukan lembagai survey, bukan merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilu,” tambah Sonakha.

Dirinya menambahkan, lembaga penyiaran boleh menyiarkan hasil hitung cepat berdasarkan lembaga survei, selama sudah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum.***

Editor: Agung Tri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x