Grobogan Krisis Budaya, Empu Gandrung: Generasi Muda Mengetahui Tanpa Memahami Kebudayaan

14 Oktober 2023, 11:45 WIB
Para pemuda yang tergabung dalam PMII saat membahas tentang budaya bersama Budayawan Grobogan, Muhadi. /Dok Candi Joglo./

Media Purwodadi – Grobogan saat ini berada dalam status krisis budaya. Hal itu diungkapkan Muhadi, salah satu budayawan di Kabupaten Grobogan. Muhadi atau yang dikenal dengan nama Empu Gandrung, memaparkan saat ini budaya di Kabupaten Grobogan lebih banyak berasal dari adopsi budaya-budaya lain yang ada di Jawa Tengah.

 

 

Dalam kegiatan bersama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Grobogan beberapa waktu lalu, Muhadi menjelaskan bahwa banyak generasi muda mempertanyakan apa saja budaya asli Grobogan. Hal itu didasari kebingungan mereka dengan keberagaman seni yang ditampilkan lebih banyak seperti berasal dari daerah lain.

Sebagai generasi muda, Muhadi tidak menyalahkan para pemuda ini mencari tahu tentang kebudayaan asli Grobogan. Hal itu dinilai wajar lantaran saat ini usia muda adalah usia untuk mencari jati diri, yang dimulai dari keingintahuan budaya daerahnya terlebih dulu.

Baca Juga: MotoGP Mandalika 2023: Aleix Espargaro Tampil Tercepat di Sesi Practice, Marco Beezecchi Luar Biasa

“Yang mana hampir kita ketahui bahwa budaya Grobogan saat ini adalah seperti budaya adopsi. Hampir semua budaya yang ada di Kabupaten Grobogan ini sama seperti budaya yang ada di daerah lainnya. Karena itu, generasi Grobogan saat ini tengah kebingungan mencari jati diri budaya asli khas Grobogan,” jelas Muhadi.

Tidak hanya mempertanyakan tentang apa saja budaya yang ada di Grobogan. Para generasi muda yang kritis ini juga ingin mengetahui siapa saja budayawan yang berasal dari Grobogan. Muhadi menjelaskan, saat ini masyarakat hanya mengenal tentang budaya yang ada di sekitar mereka, tanpa mengetahui siapa yang bisa menjelaskan tentang kebudayaan yang ada di dalamnya.

“Memang diakui, mereka mengetahui apa saja budaya yang ada di sekitar mereka saat ini, tanpa adanya pengetahuan lebih mendalam terkait kebudayaan itu sendiri. Dalam hal ini adalah budayawan, yang bisa menjelaskan sedetail mungkin tentang budaya yang ada di Grobogan,” ujar Muhadi.

Prihatin dengan hal itu, pemilik sekaligus pengelola Obyek Wisata Candi Joglo Semar Purwodadi ini mengatakan ia bersama budayawan lain yang peduli dengan kebudayaan Grobogan untuk menyiapkan diri memberikan pengenalan tentang histori gaya hidup masyarakat Grobogan yang akhirnya menjadi budaya kepada para generasi muda, khususnya di Kabupaten Grobogan.

Pusat Budaya

Muhadi menjelaskan, Grobogan adalah wilayah dengan segudang cerita sejarah masa lalu yang sudah dikenal masyarakat. Contohnya, Grobogan sebagai lokasi kerajaan tertua di Jawa yakni Kerajaan Medang Kamulan Ajisaka. Selain itu, munculnya sosok sesepuh Ki Ageng Tarub, Ki Ageng Getas Pendowo dan Ki Ageng Selo dan sebagainya sebagai leluhur Raja Jawa Mataram, hingga dikenal Grobogan sebagai Trah Bumi Ki Ageng.

“Hanya saja saat ini budaya Jawa kiblatnya yang paling banyak dikenal itu di Solo dan Yogyakarta. Padahal cerita sejarah masa lalu yang melatarbelakangi munculnya kerajaan Surakarta dan Yogyakarta berasal dari Grobogan . Terutama muncul banyaknya Ki Ageng yang ikut berpengaruh pada perjalanan kehidupan masyarakat wilayah Grobogan,” ujar Muhadi.

Perjalanan waktu Grobogan yang dulunya wilayah kerajaan Mataram tidak bisa berkembang pesat seperti dua wilayah tersebut, dimana hingga sekarang ini wilayah Solo dan Yogyakarta yang masih terdapat keraton dan kerajaan, masih terus ada dan berkembang sebagai simbol budaya Jawa Tengah.

“Memang dulu Grobogan menjadi wilayah dengan konsep kerajaan karena ada Kerajaan Medang Kamulan Ajisaka di situ. Grobogan seolah-seolah tenggelam sebagai saksi peradaban di masa lalu, serta muncul banyaknya tokoh-tokoh yang berjasa atas perkembangan Grobogan dimasa lalu tenggelam berkembangnya waktu karena tidak ada sistem pelestarian yang berkesinambungan." ujar Muhadi.

Pelestarian

Muhadi mengharapkan, Pemerintah Kabupaten Grobogan bisa memahami kondisi krisis budaya yang saat ini terjadi. Apalagi, kemajuan teknologi yang menggerus adab membuat generasi muda lalai terhadap lingkungannya bahkan tidak mengenal budayanya sendiri.

Baca Juga: Awas Jalur Sempit di Jalur Alternatif Selama Perbaikan Jalan Utama, Begini Imbauan Sat Lantas Polres Grobogan

“Salah satu caranya itu bisa dimulai dari museum yang ada di Grobogan. Sudah ada museumnya, dan lebih dikembangkan lagi tentang literasi budaya dan berbagai penemuan purbakalanya. Bisa dilakukan dengan cara melakukan inovasi-inovasi agar generasi muda lebih tertarik berkunjung ke museum dan lebih bisa mengenal kultur budayanya sendiri yang arif dan bijaksana seperti leluhurnya, agar generasi tidak melakukan tindakan yang kurang terpuji, seperti tawuran dan sebagainya,” ujar Muhadi.

Pelestarian terhadap museum ini bisa digerakkan dimulai dari desa masing-masing dengan melestarikan punden-punden leluhur dan mendekomentasikannya sebagai sejarah desa. Dengan demikian, generasi muda bisa mengenal kebudayaan diwilayahnya masing - masing yang ada di desanya, kemudian berkembang hingga ke tingkat Kabupaten.

 

 

“Mengapa dari desa-desa? Sebab di satu daerah atau desa satu dengan yang lainnya memiliki struktur ikatan emosional history budaya yang sama dari rangkaian perjalanan leluhur kita dari desa satu ke desa lainnya, baik itu dari cerita sejarah masa lalu sampai bagaimana kehidupan kemasyarakatannya terjalin berkesinambungan dari masa ke masa. Dengan demikian, para generasi muda akan tahu budaya asli dari daerahnya sendiri Grobogan,” Muhadi.***

Editor: Agung Tri

Tags

Terkini

Terpopuler