Tradisi Boyong Grobog, Adat yang Dilestarikan Setiap Tahun Menjelang Hari Jadi Kabupaten Grobogan

- 2 Maret 2024, 10:41 WIB
Prosesi perpindahan grobog dalam tradisi Boyong Grobog.
Prosesi perpindahan grobog dalam tradisi Boyong Grobog. /Media Purwodadi.


Media Purwodadi – Tradisi Boyong Grobog dilaksanakan satu hari sebelum momen Hari Jadi Kabupaten Grobogan. Pada tanggal 3 Maret 2024, tradisi Boyong Grobog ini akan kembali digelar menjelang Hari Jadi Kabupaten Grobogan ke 298 yang diperingati setiap tanggal 4 Maret.

Dari sejarahnya, Kabupaten Groboogan lahir pada 4 Maret 1726. Perayaan Hari Lahir Grobogan dilaksanakan dengan kegiatan yang sakral, namun berjalan dengan meriah.

Kirab Boyong Grobog adalah tradisi yang terus dilaksanakan menjelang peringatan Hari Jadi Kabupaten Grobogan. Ada pesan dan nilai sakral yang terlihat dari tradisi ini.

Tradisi tersebut digelar satu hari sebelum peringatan Hari Jadi Kabupaten Grobogan, tepatnya pada 3 Maret. Tradisi ini menceritakan sejarah perpindahan pemerintahan Kabupaten Grobogan, yang semula di Kecamatan Grobogan, berpindah di wilayah Kecamatan Purwodadi.

Hingga akhirnya, masyarakat mengenal ibu kota Kabupaten Grobogan yaitu Purwodadi. Lalu bagaimana cerita selengkapnya?

Sejarah Boyong Grobog

Boyong Grobog berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yakni boyong (berpindah) dan grobog (kotak penyimpanan pusaka).

Hingga akhirnya Grobog menjadi asal dari kata Grobogan. Di masa Sultan Demak, daerah ini merupakan tempat perburuan, sehingga banyak sekali grobog di wilayah ini.

Dan tradisi Boyong Grobog ini menceritakan perpindahan pemerintahan Kabupaten Grobogan dari Kecamatan Grobogan ke Kecamatan Purwodadi. Perpindahan ibukota Kabupaten ini terjadi pada 1864. Hingga kini, tradisi tersebut masih terus dilangsungkan untuk melestarikan budaya Kabupaten Grobogan.

Kirab Sejauh 8 Kilometer

Prosesi Boyong Grobog ini kerap dimulai dengan tari kreasi dan pengambilan pusaka di Kantor Kecamatan Grobogan.

Kemudian, Bupati Grobogan bersama jajaran Forkopimda, Kepala OPD, dan para Camat serta Lurah melakukan kirab dengan menggunakan kereta kencana.

Pada saat kirab, Bupati Grobogan dikawal oleh prajurit yang menunggang kuda. Biasanya yang mengendarai kuda ini adalah Kapolres dan Dandim.

Kirab Boyong  Grobog menggunakan delman yang berlangsung meriah.
Kirab Boyong Grobog menggunakan delman yang berlangsung meriah.

Kirab dilaksanakan sejauh delapan kilometer hingga tiba di Pendopo Kabupaten Grobogan. Setelah itu dilakukan prosesi penyerahan pusaka sebagai tanda perpindahan ibukota Kabupaten Grobogan dari Grobogan ke Purwodadi.

Gunungan

Usai prosesi tersebut dilanjutkan dengan doa bersama dan dilanjutkan dengan kegiatan sedekah bumi. Di halaman Pendopo Kabupaten Grobogan sudah tersedia puluhan gunungan. Gunungan itu berasal dari 19 kecamatan yang ada di Kabupaten Grobogan dan satu dari pemerintah Kabupaten Grobogan sendiri.

Gunungan ini berisi buah dan sayur mayur yang merupakan hasil bumi para petani di Kabupaten Grobogan.

Yang unik selama prosesi Boyong Grobog ini, Bupati bersama keluarganya serta jajaran Forkopimda, Kepala OPD dan tamu undangan menggunakan baju adat khas Jawa Tengah.

Harapan di Momen Boyong Grobog 2024

Tentu saja setiap momen Boyong Grobog ada banyak harapan dari masyarakat. Seperti Muhadi, seorang penggiat budaya di Kabupaten Grobogan.

Muhadi mengharapkan, momen Boyong Grobog yang dilaksanakan setiap setahun sekali ini tidak hanya menjadi ajang seremonial Pemkab Grobogan saja, tetapi juga harus mampu untuk mengunggah kesadaran dan kecintaan terhadap budaya.

“Nilai-nilai luhur yang telah berkiprah dan membangun Kabupaten Grobgan zaman dulu hingga saat ini harus bisa tersampaikan dengan kesadaran dari masyarakat Kabupaten Grobogan agar punya rasa cinta kepada daerahnya sendiri,” ujar Muhadi.

Dirinya mengucapkan selamat pada Hari Jadi Kabupaten Grobogan ke 298 ini dengan harapan ke depan Pemerintah dapat membangkitkan nilai spiritualitas dan budaya di masyarakat.

“Dirgahayu Kabupaten Grobogan yang ke 298 atau 1946 tahun saka. Harapannya ke depan mampu membangkitkan nilai spiritualitas dan budaya di masyarakat kita,” tutur pria yang juga pemilik Candi Joglo Purwodadi.***

Editor: Hana Ratri Septyaning Widya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x